Pelatihan dengan VR atau virtual reality mulai banyak digunakan oleh sejumlah sektor industri. Salah satu yang mulai memperbanyak pengaplikasiannya adalah bisnis pelatihan penerbang.

Dilansir dari laman Aviation Voice, flight simulator sudah menjadi media pelatihan bagi pilot pesawat terbang untuk waktu yang cukup lama. Sayangnya, teknologi ini masih memiliki sejumlah kekurangan. Satu di antaranya adalah kurang akuratnya situasi dalam flight simulator dengan realita ketika pesawat diterbangkan. Hal ini membuat sedikit pilot tidak mampu mengatasi masalah atau situasi bahaya yang terjadi saat ia menerbangkan armada pesawatnya.

Beberapa tahun belakangan, teknologi realitas virtual (virtual reality) mulai dipakai sejumlah sekolah penerbangan untuk melengkapi teknologi flight simulator saat melatih calon-calon pilotnya. Empat keunggulan teknologi VR berikut adalah alasan utamanya:

Hemat biaya

Sebagai perbandingan, satu perangkat VR yang dilengkapi dengan AI (artificial intelligence) bisa didapat hanya dengan bujet sebesar $1000 atau sekitar Rp15 juta. Sementara flight simulator yang mirip betul dengan kokpit pesawat asli memakan dana sebesar $4,5 juta atau Rp67 milyar. Selisih angka yang fantastis, bukan?

Lebih efektif

Masih mengutip dari Aviation Voice, banyak siswa program Pilot Training Next di Amerika Serikat berhasil menyelesaikan pelatihan penerbangan dengan bantuan teknologi VR hanya dalam kurun waktu 4 bulan. Jika menggunakan flight simulator, umumnya setiap siswa baru dapat menyempurnakannya dalam waktu satu tahun.

Lebih akurat

 Perangkat VR ternyata lebih akurat dalam mengukur kemiringan armada pesawat yang sedang ‘dikendarai’ oleh pilot pelajar. Hal ini mungkin terjadi karena perangkat VR dilengkapi dengan teknologi AI dan kemampuan membaca data biometrik.

Variatif

Dengan teknologi AI, satu perangkat VR memungkinkan pelajar pilot untuk bisa berlatih dalam rekayasa beberapa jenis kokpit pesawat. Faktor ini berkebalikan dengan flight simulator yang setiap unitnya merupakan replika satu model pesawat terbang saja. Variasi yang ditawarkan teknologi VR ini tentu memberikan keuntungan yang lebih bagi pemberi dan pengguna jasa simulasi penerbangan.

Meski begitu, teknologi yang dimiliki oleh VR rupanya masih memiliki sedikit celah dengan realita. Untuk menanggulangi masalah ini, Pusat Riset Penerbangan Armstrong milik NASA bekerja sama dengan Systems Technology Inc. untuk menciptakan teknologi lanjutan yang dinamai Fused Reality. Teknologi ini akan mewajibkan pilot pelajar menggunakan perangkat VR ketika menerbangkan pesawatnya langsung di udara.

Lalu, apakah teknologi VR dapat menggantikan posisi flight simulator seutuhnya? Hanya waktulah yang mampu menjawabnya. Untuk sekarang, teknologi VR digunakan secara bersamaan dengan flight simulator di beberapa sekolah penerbangan.