Krisis dari ekonomi rupanya membawa dampak yang cukup besar dalam berbagai sektor. Berbagai cara untuk merauk untung sebesar-besarnya menjadi hal yang seolah ‘di-halal-kan’. Bahkan hingga ke dalam permasalahan distribusi bahan bakar. Pengusaha truk kini cemas akan keadaan bensin solar sebagai bahan bakar utama kendaraan tersebut. Supplier solar kini cukup menjadi tanda tanya berkaitan dengan peredaran solar oplosan yang tengah marak di dalam masyarakat.

Dalam upaya menekan biaya bahan bakar, solar oplosan menjadi pilihan yang digunakan dengan alasan ‘terjangkau’. Komposisi minyak solar murni yang dicampur juga dengan oli bekas sebagai bahan oplos kini menjadi cukup sulit untuk diketahui keberadaannya. Harga dari minyak solar oplosan yang mencapai harga kurang lebih Rp 3.000 per liter tentunya cukup menggiurkan. Namun tentu ini akan membuat kinerja dari kendaraan tersebut semakin berkurang atau hingga rusak. Kita harus lebih jelih dalam membedakan bahan bakar minyak solar murni atau solar oplosan.

  • Tekstur dan warna fisik

Solar murni memiliki warna yang lebih cerah dengan tekstur pada kulit yang terasa kesat. Sedangkan solar oplosan akan cenderung berwarna keruh serta bertekstur licin jika terkena dengan kulit. Kedua hal ini cukup berbeda karena efek kesat yang dihasilkan oleh solar murni dikarenakan belum mengalami pembakaran dalam mesin.

  • Aroma bau

Bahan bakar solar murni akan cenderung beraroma menyengat dan lebih menusuk hidung, berbeda dengan solar oplosan. Aroma yang tercium dari solar oplosan tidak menyengat dan tidak dominan.

Cukup mudah untuk menggunakan bahan bakar solar murni. Anda dapat melakukan pengisian bahan bakar solar yang murni dengan mengisi langsung di SPBU resmi. Membedakan bahan bakar minyak solar oplosan perlu Anda lakukan apabila mengalami situasi yang genting dan mengharuskan Anda mengisi kendaraan tersebut dengan solar yang tersebar dan dijual secara bebas. Ingat, menggunakan solar oplosan dapat menyebabkan nilai kerja atau performa dari kendaraan turun atau bahkan rusak. Bijak dalam memilih atau mengonsumsi suatu hal, karena kita tidak tahu akan dampak untuk jangka panjangnya nanti. Semoga bermanfaat! (VK)