Berlibur ke pulau menjadi opsi liburan yang menarik bagi para masyarakat ibukota, termasuk saya. Mengapa? Sederhananya karena berlibur ke pulau tidak membutuhkan cuti panjang karena bisa dilakukan di akhir pekan dan tidak perlu repot menyiapkan tiket pesawat dan juga asuransi perjalanannya. Tentunya, dengan catatan bahwa pulau yang dikunjungi masih berada di sekitar Jakarta atau di area Banten dan Jawa Barat, ya. Dengan demikian, masalah transportasi pun masih bisa dijangkau dengan mobil dalam hitungan jam sebelum menyeberang dengan kapal.

Pulau Tunda (source: travellie. com)
Pulau Tunda (source: travellie. com)

Nah, pada akhir Oktober lalu, salah satu pulau yang menjadi tujuan liburan saya adalah Pulau Tunda. Sebenarnya, saya sendiri tidak terlalu mengenal pulau ini. Tidak seperti gugusan Kepulauan Seribu yang sering dijadikan destinasi wisata, Pulau Tunda ini justru sebaliknya. Namanya jarang disebut dan review perjalanan ke sana pun masih sulit untuk ditemukan. Beruntung, ketika saya cari geotag di Instagram (all hail Instagram!), ternyata hasil pencariannya cukup banyak. Saya juga memanfaatkan fitur hashtag di sana dan menemukan hasil foto yang luar biasa. Pulau Tunda pun resmi menjadi destinasi liburan akhir pekan saya.

Untuk mencapai Pulau Tunda yang berada di kawasan Serang, akses transportasinya tidak rumit. Dari Karawaci (tempat tinggal saya), kalian bisa naik bus Arimbi (ongkosnya 26rb) dan turun di Terminal Pakupatan Serang. Dari terminal, kalian bisa naik angkutan kota yang ada di depan terminal dan minta diantarkan ke Pelabuhan Karangantu. Bagi yang membawa mobil pribadi, bisa menggunakan waze atau Google Maps untuk tiba ke pelabuhan ini. Tersedia pula penitipan mobil di dekat pelabuhan yang bisa dimanfaatkan (terbukti aman, karena rombongan trip saya telah mencobanya :D).

Rombongan trip siap berangkat.
Rombongan trip siap berangkat.

Di Pelabuhan Karangantu, terdapat kapal-kapal nelayan yang dengan sigap mengantar para wisatawan untuk mencapai Pulau Tunda. Perjalanan dari Pelabuhan Karangantu sampai ke Pulau Tunda adalah dua jam (dan bisa tiga jam, tergantung dengan kondisi laut). Saran dari saya, gunakan sunblock yang banyak dan pakai kaus tangan panjang (buat yang takut item :p). Meskipun terasa lama, tapi tenang saja. Sepanjang jalan, kalian akan disuguhkan dengan birunya air laut yang bergradasi. Seger banget! Pas buat refreshing kalau kalian sudah muak dengan barisan mobil yang menjadi pemandangan sehari-hari di ibukota. Sebab ke mana pun mata memandang, yang terlihat hanya laut dan juga langit saja.

Setelah dua jam lebih berada di kapal, maka sampailah kita di Pulau Tunda!

Pulau Tunda merupakan sebuah pulau kecil di Laut Jawa, tepatnya di sebelah utara Teluk Banten. Banyak sekali hal-hal yang bisa dieksplor dari pulau ini, mulai dari memantau kehidupan para biota laut dan juga menikmati keindahan alamnya yang masih eksotis. Nilai wisata yang paling dijual di pulau ini adalah snorkeling dan juga diving. Oleh sebab itu, kegiatan yang bisa dilakukan ketika berkunjung ke pulau ini pun ya kedua hal itu saja. Meski begitu, bersiaplah untuk terpukau karena pemandangan di bawah lautnya sangat indah sekali!

Pulau Tunda dari kejauhan.
Pulau Tunda dari kejauhan.

Sesampainya di Pulau Tunda, rombongan kami singgah dulu di homestay untuk beristirahat dan makan siang. Bagi yang belum tahu, homestay di Pulau Tunda adalah rumah warga yang ‘disulap’ jadi penginapan untuk para wisatawan. Jangan khawatir dengan kenyamanan dan kebersihannya sebab rumah-rumah tersebut sangat terjaga, kok. Hanya saja, listrik di pulau ini baru menyala pukul 6 sore hingga 12 malam saja. Jadi, siap-siap bawa powerbank untuk mengantisipasi hal ini, ya.

Makan siang sudah, istirahat sudah, kini saatnya snorkeling! Bersama dengan rombongan, kami kembali naik ke kapal untuk berangkat ke lokasi penyelaman. Lokasinya tidak terlalu jauh dari pulau, namun ternyata kedalamannya cukup membuat hati gentar. Kami sempat merasa takut untuk menyelam, terlebih ketika melihat kura-kura besar melintas dengan santainya di bawah kapal kami. Namun, untungnya kami dapat menghilangkan ketakutan tersebut. Pasalnya, begitu menyelam dan melihat alam bawah laut di Pulau Tunda, hati ini terasa bergetar melihat keindahannya. Terumbu karang bergoyang perlahan karena arus air laut, ikan-ikan berenang dengan bebas, dan masih banyak lagi hewan-hewan laut yang ikut meramaikan kehidupan bawah laut di pulau ini. Bahkan, ikan nemo (ikan badut) beberapa kali muncul di antara terumbu karang, lho!

Sayangnya, keindahan bawah laut di Pulau Tunda tidak sempat diabadikan dalam kamera. Maklum, kamera kami masih belum bisa menyaingi keindahan alam yang sesungguhnya. Kami harus puas menikmati keindahannya dengan mata kepala kami sendiri saja 😀 Jadi, satu tips lagi dari saya: jika punya kamera underwater atau actioncam, silakan dimanfaatkan untuk merekam aktivitas selama snorkeling. Dibanding memotret, sepertinya akan lebih menarik jika direkam saja agar bisa ditonton di kemudian hari.

Puas menyaksikan ikan-ikan yang berenang selama dua jam, kami pun kembali ke homestay untuk membersihkan diri. Badan sudah terasa lelah dan wajah terasa kering karena terpapar matahari dan juga air laut. Namun, hal itu tidak menurunkan semangat kami untuk terus mengeksplorasi pulau ini. Selepas mandi, kami pun beramai-ramai berjalan ke sebelah timur pulau, untuk mengunjungi Jembatan Galau dan berburu sunset.

Beruntung, begitu sampai di Jembatan Galau, jembatan paling se-instagramable satu pulau ini masih kosong. Itu artinya, kami bisa foto-foto dengan bebas! Uhuy! Langsung deh berpose lucu untuk mandatory pics demi eksistensi di dunia maya 😛

Penasaran kenapa jembatan ini dinamakan sebagai Jembatan Galau? Jadi begini, ceritanya. Konon, hakikat sebuah jembatan adalah menghubungkan satu tempat ke tempat lain. Hanya saja di pulau ini, jembatan tidak menghubungkan Pulau Tunda dengan pulau apa pun. Jembatannya hanya berhenti di tengah-tengah laut. Jadilah jembatan ini dinamakan sebagai Jembatan Galau 🙂

Ketika matahari sudah mulai turun dan Jembatan Galau mulai dipenuhi dengan pengunjung lain, kami pun menyingkir untuk menikmati sunset. Sayang, karena cuaca sedang tidak bagus, sunset yang terlihat dari jembatan pun tidak maksimal. Namun, tetap masih bisa dinikmati dibanding sunset di Jakarta yang sering ketutupan gedung haha.

Sunset-nya belum keliatan.
Sunset-nya belum keliatan.

Malam pun tiba. Selepas makan malam dan saling bercengkrama (halah), kami berjalan ke sebelah barat (sotoy) pulau untuk menerbangkan lampion. Rombongan kami pun sudah siap dengan segala kamera canggih untuk mengabadikan detik-detik terbangnya lampion. Ekspektasi kami, acara penerbangan lampion ini bakalan keren banget layaknya di film Tangled. Terlebih ketika sampai di lokasi, tidak ada lampu sama sekali sehingga kami harus memanfaatkan senter di ponsel.

Akan tetapi, benar kata pepatah. Jangan pasang ekspektasi terlalu tinggi, karena kadang realita tidak sesuai dengan ekspektasi kita.

Susah gais nyalainnya.
Susah gais nyalainnya.

Jangankan menyalakan banyak lampion dan menerbangkannya secara bersamaan, menyalakan satu lampion saja susah 😀 Angin bertiup dengan kencang sehingga api yang sedang menyala untuk mengangkat lampion selalu mati. Alhasil, percobaan kami malam itu gagal total. Batal deh melihat lampion terbang layaknya film Tangled.

Jadi, begitulah pengalaman kami selama di Pulau Tunda. Seru, tidak terlupakan, dan pastinya sangat tepat untuk dilakukan sebagai recharge energi setelah bekerja keras dari Senin sampai Jumat. Jika ditanya apakah liburan kali ini recommended atau tidak, tentu jawabannya adalah IYA. Saya merekomendasikan opsi liburan ini untuk budak-budak korporat ibukota yang katanya selalu butuh piknik 😛 Dengan budget yang tidak terlalu besar (cuma tiga ratus ribuan), kalian bisa mendapatkan pengalaman yang tidak tergantikan.

Foto dulu sebelum pulang.
Foto dulu sebelum pulang.

Selamat mencoba dan mengunjungi Pulau Tunda!